Memberi pengertian untuk menjauhi syirik merupakan tantangan dakwah yang memerlukan strategi tepat. Apabila dilakukan dengan pendekatan yang kurang pas, bisa menyinggung keyakinan orang lain dan urusannya jadi panjang. Namun demikian, tak perlu kita takut untuk mengajak orang lain menjauhi praktik syirik. Sepanjang dilakukan dengan pendekatan yang baik dan tepat, tentu hasilnya efektif dan tidak menimbulkan masalah bagi sang mubaligh.
Selama mengarungi perjuangan yang begitu panjang, Muhammadiyah telah menorehkan banyak kisah unik para pejuang dakwahnya dalam mengikis praktik-praktik syirik, misalnya yang pernah dilakukan oleh Kyai Busyro Syuhada dari Banjarnegara.
Kentongan Mangkunegaran
Pada tanggal 24 Desember 2021 Suara Muhammadiyah memuat berita tentang sebuah kentongan Masjid di Banjarnegara yang akan menjadi koleksi Museum Muhammadiyah di Yogyakarta. Kentongan itu dahulu digunakan oleh KH Busyro Syuhada untuk memanggil jamaah agar segera bersiap menuju masjid karena azan akan segera dikumandangkan. KH Muh Fuad salah satu cucu Kyai Busyro mewakili keluarga menyerahkan kentongan itu kepada Majelis Pustaka dan Informatika untuk dijadikan koleksi artefak bersejarah Museum Muhammadiyah.
Diceritakan oleh KH. M Fuad yang ditulis oleh Suara Muhammadiyah, bahwa kentongan bersejarah tersebut merupakan hadiah dari Raja Mangkunegara atas keberhasilan Kyai Busyro mengobati istri sang raja yang sakit. Sebagai imbalannya, KH. Busyro Syuhada meminta kentongan milik sang raja yang pada saat itu dijadikan sebagai sesembahan bagi keluarga kraton dan rakyat sekitar. Masyarakat pada waktu itu menyakini adanya sesuatu di dalam kentongan tersebut. Konon kentongan tersebut jika diangkat terasa sangat berat, maka tidak heran jika banyak masyarakat yang mengkultuskan dan menyembah kentongan tersebut.
Melihat pemandangan yang menyeleweng dari ajaran Islam tersebut, akhirnya KH. Busyro Syuhada meminta kentongan tersebut dan membawanya ke Pesantren Binorong agar tidak lagi dijadikan sebagai sesembahan. Tujuan utamanya untuk memberantas kesyirikan yang ada di masyarakat. Maka selanjutnya kentongan tersebut difungsikan kembali sebagaimana mestinya. KH. Busyro menggunakan kentongan tersebut untuk memanggil masyarakat desa agar pergi ke Masjid Binorong.
Pendekatan rasional
Kyai Busyro yang mubaligh Muhammadiyah sekaligus pendekar pencak termashur rupanya menggunakan cara yang elegan untuk mengikis praktik syirik sebagian masyarakat Islam Mangkunegaran. Kentongan yang biasanya dianggap bertuah sehingga diperlakukan secara “istimewa” oleh keluarga Mangkunegaran beserta rakyatnya, terbukti sama sekali tidak membuat celaka/kualat ketika oleh Kyai Busyro kembali difungsikan sebagai alat memanggil jamaah.
Kendati dikenal sebagai pendekar pencak, Kyai Busyro dalam upayanya mengikis syirik tidak perlu merusak kentongan itu, tapi cukup menggunakan sesuai fungsinya. Tindakan Kyai Busyro ini efektif dan tidak menimbulkan reaksi perlawanan dari pihak yang sebelumnya memuja kentongan itu sebagai benda keramat.
Kyai Busyro mengajak masyarakat untuk berfikir rasional sebagaimana fitrohnya sebagai mahluk yang berakal budi, sehingga memahami bahwa memperlakukan kentongan sebagai benda keramat yang dipuja adalah perbuatan yang tidak ada gunanya. Metode Kyai Busyro mengajak memberdayakan akal fikiran sejatinya mirip yang pernah dilakukan Nabi Ibrahim dahulu.
Nama Kyai dari Banjarnegara ini barangkali lebih masyhur sebagai seorang pendekar pencak. Kendati di tengah derasnya arus besar beladiri tradisonal Indonesia yang muatan spiritualmya kental dengan nuansa klenik dan supranatural, namun Kyai Busyro secara tegas menawarkan konsep pencak yang rasional berbasis latihan fisik dan ketangkasan.
Muatan spiritual pencaknya Kyai Busyro adalah beragama Islam dengan benar, kuat beriman, dan berakhlaq mulia. Pendekatan rasional ala Kyai Busyro rupanya menarik bagi kalangan anak muda yang cerdas dan mau berfikir, maka santri Kyai Busyro tidak sebatas anak-anak lokalan Banjarnegara. Terbukti tokoh Pandu Hizbul Wathan Soedirman asal Purbalingga, serta jago pencak Kauman Yogyakarta Muh Wahib dan Achmad Dimyati juga pernah menimba ilmu kepada Kyai Busyro.
Tulisan ini telah dimuat pada tanggal 2 Februari 2022 di :
https://suaramuhammadiyah.id/2022/02/02/mengikis-praktik-syirik-ala-sang-pendekar/
Komentar
Posting Komentar